Pelaku Kejahatan Seksual di Kota Makassar diringkus Polisi

TKP : Rumah Kost ID di Kota Makassar, Rabu, 16 September 2020 lalu

Posted by ch on September 27, 2020

Pelaku Kejahatan Seks di Makassar Diringkus Polisi

Seorang pelaku kejahatan seksual di Kota Makassar diringkus polisi.

Kasat Reskrim Polrestabes Makassar Kompol Agus Khaerul membenarkan penangkapan tersebut. Menurutnya, AG ditangkap Unit Resmob Tamalate di Jalan Abdul Kadir III, Kecamatan Tamalate, Makassar, Jumat 25 September 2020 malam. Saat ini, AG masih menjalani pemeriksaan di Polsek Tamalate.

"Benar ada laporan pelecehan seksual dan pelaku telah ditangkap. Ia telah dibawa ke Polsek Tamalate untuk interogasi dan proses hukum sesuai undang-undang yang berlaku," katanya, Sabtu, 26 September 2020.

Kejahatan seksual disertai pengancaman dengan senjata tajam ini terjadi di rumah kos ID di Kota Makassar, Rabu, 16 September 2020 lalu. Mulanya, ID tengah berada di dalam kamar kosnya dan tiba-tiba AG masuk ke dalam kamar.

Pelaku dan korban tidak saling kenal. Dan aksi pelaku juga belum sempat dilakukan.

ID pun kaget karena pelaku AG langsung menamparnya sebanyak dua kali. Kemudian, AG juga langsung menodongkan senjata tajam jenis pisau kepada korban dan memaksanya untuk berhubungan badan.

"Pelaku dan korban tidak saling kenal. Dan aksi pelaku juga belum sempat dilakukan," katanya.

Beruntung, ID lepas dari ancaman pelaku AG. Dia kemudian berteriak minta tolong, sehingga membuat AG panik dan langsung melarikan diri. Tak terima hal tersebut, korban pun melaporkan ke Mapolsek Tamalate.

Selain memaksa ID berhubungan seks, AG juga ingin merekam video aksi bejatnya tersebut. Dia menebar ancaman akan menyebarluaskan videonya itu, jika permintaannya tak dituruti korban.

Beruntung, ID lepas dari ancaman pelaku AG. Dia kemudian berteriak minta tolong, sehingga membuat AG panik dan langsung melarikan diri. Tak terima hal tersebut, korban pun melaporkan ke Mapolsek Tamalate.

foto tersebut hanya ilustrasi penangkapan

Dalam kasus pelecehan seks; 1. Tersangka dijerat dengan pasal berapa dalam KUHP? 2. Bagaimana pembuktian kasus pelecehan seks?.

Dasar hukum: 1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana 2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73)

Ratna Batara Munti dalam artikel berjudul “Kekerasan Seksual: Mitos dan Realitas” menyatakan antara lain di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) tidak dikenal istilah pelecehan seksual. KUHP, menurutnya, hanya mengenal istilah perbuatan cabul, yakni diatur dalam Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 KUHP. Mengutip buku “KUHP Serta Komentar-komentarnya” karya R. Soesilo, Ratna menyatakan bahwa istilah perbuatan cabul dijelaskan sebagai perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau perbuatan lain yang keji, dan semuanya dalam lingkungan nafsu berahi kelamin. Misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada dan sebagainya. Menurut Ratna, dalam pengertian itu berarti, segala perbuatan apabila itu telah dianggap melanggar kesopanan/kesusilaan, dapat dimasukkan sebagai perbuatan cabul. Sementara itu, istilah pelecehan seksual mengacu pada sexual harrasment yang diartikan sebagai unwelcome attention (Martin Eskenazi and David gallen, 1992) atau secara hukum didefinisikan sebagai "imposition of unwelcome sexual demands or creation of sexually offensive environments".

Dengan demikian, unsur penting dari pelecehan seksual adalah adanya ketidakinginan atau penolakan pada apapun bentuk-bentuk perhatian yang bersifat seksual. Sehingga bisa jadi perbuatan seperti siulan, kata-kata, komentar yang menurut budaya atau sopan santun (rasa susila) setempat adalah wajar. Namun, bila itu tidak dikehendaki oleh si penerima perbuatan tersebut maka perbuatan itu bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual. Jadi, pelecehan seksual dapat dijerat dengan pasal percabulan (Pasal 289 s.d. Pasal 296 KUHP). Dalam hal terdapat bukti-bukti yang dirasa cukup, Jaksa Penuntut Umum yang akan mengajukan dakwaannya terhadap pelaku pelecehan seksual di hadapan pengadilan.

Pembuktian dalam hukum pidana adalah berdasarkan Pasal 184 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), menggunakan lima macam alat bukti, yaitu: 1) keterangan saksi 2) keterangan ahli 3) surat 4) petunjuk 5) keterangan terdakwa. Sehingga, dalam hal terjadi pelecehan seksual, bukti-bukti tersebut di atas dapat digunakan sebagai alat bukti. Untuk kasus terkait percabulan atau perkosaan, biasanya menggunakan salah satu alat buktinya berupa Visum et repertum. Menurut “Kamus Hukum” oleh JCT Simorangkir, Rudy T Erwin dan JT Prasetyo, visum et repertum adalah surat keterangan/laporan dari seorang ahli mengenai hasil pemeriksaannya terhadap sesuatu, misalnya terhadap mayat dan lain-lain dan ini dipergunakan untuk pembuktian di pengadilan. Meninjau pada definisi di atas, maka visum et repertum dapat digunakan sebagai alat bukti surat, sebagaimana diatur dalam Pasal 187 huruf c KUHAP: “Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.” Penggunaan Visum et repertum sebagai alat bukti, diatur juga dalam Pasal 133 ayat (1) KUHAP: “Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena perstiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.” Apabila visum memang tidak menunjukkan adanya tanda kekerasan, maka sebaiknya dicari alat bukti lain yang bisa membuktikan tindak pidana tersebut. Pada akhirnya, Hakim yang akan memutus apakah terdakwa bersalah atau tidak berdasarkan pembuktian di pengadilan.

Placeholder text by lody. Photographs by ilustration.